Menurut
buku Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 3
: Kedatangan dan Peradaban Islam, sejak awal kedatangan Islam di Indonesia,
lembaga pendidikan tumbuh dan berkembang dengan cepat di kalangan elite
kerajaan dan masyarakat umum. Lembaga ini sering mengalami pembaruan mengikuti
tuntutan zaman, bahkan hingga sekarang di saat kebutuhan ilmu pengetahuan
semakin komplek
Pengaruh
Islam dalam bidang pendidikan ditandai dengan munculnya berbagai lembaga
pengajian. Lemabaga ini memiliki jenjang bertingkat dari tingkat dasar (berupa
pengajian di rumah guru, langgar, dan masjid) hingga tingkat tinggi berupa
pesantren
a. Pendidikan Islam di Lembaga Pengajian Tingkat
Dasar
Pada lembaga tingkat dasar, pendidikan
Islam mulai diberikan kepada anak-anak berusia lima tahun. Mereka mendapatkan
pelajaran menghafal beberapa surah pendek dari
Jus terakhir Al-Quran. Setelah
mereka berusia 7-8 tahun mulai diajarkan meebaca alphabet Arab dan secara
bertahap diajarkan untuk dapat membaca Al-Quran. Pelajaran ini biasanya
diberikan setelah salat Magrib. Setelah anal bisa membaca Al-Quran dengan
lancer dan benar, mereka akan diajarkan membaca kitab-kitab dasar (berisi
pengetahuan wudu, salat, zakat, dan puasa)
Metode pembelajaran dilakukan secara
individual. Seorang murid mendatangi gurunya yang akan membacakan beberapa
baris Al-Quran. Setelah itu, murid akan mengulangi kata demi kata yang telah
dibacakan oleh gurunya. Adapun untuk pembelajaran kitab-kitab, guru akan
membacakan beberapa baris dan menerjemahkan dalam bahasa Jawa. Sistem
penerjemahan dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga para murid
dapat memahami arti dan fungsi kata dalam bahasa Arab. Dengan demikian, para
murid dapat belajar tata bahasa Arablangsung dari kitab-kitab yang
dipelajarinya. Mereka diharuskan menguasai pembacaan dan terjemahan tersebut
secara tepat. Murd hanya akan menerima tambahan pelajaran bila telah
berulang-ulang mendalami pelajaran tersebut
b. Pendidikan Islam di Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan
Islam tradisional yang berkembang di Jawa dan Madura. Menurut C.C. Berg, kata pesantren berasal dari bahasa Sansekerta,
shasrti berarti orang yang tahu kitab
suci agama Hindu. Sebuah pesantren selalu memiliki limi elemen dasar, yaitu
pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, dan kiai. Lembaga
pengajian yang berkembang hingga memiliki lima elemen dasar tersebut akan
berubah statusnya menjadi pesantren
Sejak abad XV Masehi pesantren telah
digunakan sebagai lembaga pengajaran dan penyiaran agama Islam. Pesantren
memegang peranan penting dalam penyebaran Islam hingga ke pelosok daerah.
Beberapa pesantren yang memiliki pengaruh besar pada masa Islam adalah
pesantren Ampel Denta di Surabaya dan pesantren Giri Kedaton di Gresik. Pesantren
Ampel Denta dibangun oleh Sunan Ampel dan dipercaya sebagai pesantren pertama
di Indonesia. Pesantren Ampel Denta dibangun oleh Sunan Ampel dan dipercaya
sebagai pesantren pertama di Indonesia. Pesantren Ampel Denta telah
menghasilkan sejumlah wali seperti Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Adapun
pesantren Giri Kedaton berkembang menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa.
Pesantren ini mnghasilkan ulama berpengaruh dalam bidang politik dan agama
seperti Sunan Prapen (Raja Giri Kedaton) dan Zainal Abidin (Sultan Ternate)
Pada saat ini masyarakat membedakan
pesantren menjadi tiga kelompok,yaitu pesantren kecil, menengah, dan besar.
Pesantren kecil biasanya memiliki jumlah santri di bawah seribu orang dan
pengaruhnya hanya terbatas pada tingkat kabupaten. Pesantren besar memiliki
santri 1.000-2.000 orang, memiliki pengaruh dan menarik santri-santri dari
beberapa kabupaten. Sementara itu, pesantren besar memiliki santri lebih dari
dua ribu orang yang berasal dari berbagai kabupaten dan provonsi. Beberapa
pesantren besar memiliki popularitas sehingga dapat menarik santri-santri dari
seluruh Indonesia. Pesantren Gontor di Ponorogo, Jawa Timur, misalnya memiliki
santri yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia. Bahkan menarik
sejumlah santri dari luar negeri seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailnd,
dan Filipina
Materi-materi yang diajarkan dalam
pesantren antara lain bahasa Arab, tafsir AL-Quran, fikih (hokum Islam), hadis,
dan adab (sastra Arab), tafsir tauhid (teologi Islam), tarikh (sejarah Islam),
tasawuf, serta akhlak (etika Islam). Materi tersebut biasanya diajarkan kepada
santri dengan menggunakan metode sorogan dan
bandongan. Istilah sorogan berasal dari kata sorog(Jawa) yang berarti menyodorkan.
Oleh karena itu, metode pengajaran sorogan
mengharuskan para santri menghadap
guru atau kiai satu per satu dengan menyodorkan kitab yang akan dipelajarinya.
Kiai akan membacakan pelajaran yang terdapat pada kitab, kemudian menerjemahkan
dalam bahasa yang mudah dipahami oleh santri
Sementara itu, metode bandongan yaitu santri mengikuti
pelajaran dengan duduk di sekeliling kiai. Selanjutnya, para santri menyimak
keterangan yang dibacakan oleh kiai pada kitabnya masing-masing. Metode bandongan digunakan dalam pembelajaran
yang dihadiri oleh banyak santri. Dalam metode ini kiai sering membaca dan
menerjemahkan kitab-kitab dengan bahasa yang cepat sehingga susah dimengerti. Dengan
cara ino kiai dapat menyelesaikan pelajaran kitab hanya dalam beberapa hari. Oleh
karena itu, metode bandongan biasanya
diterapkan pada jenjang pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi yang
para santrinya sudah pernah mengikuti metode sorogan secara intensif
Sebagian besar pesantren, terutama
pesantren-pesantren besar swring menyelenggarakan bermacam-macam halaqah (kelas bandongan) yang
mengajarkan berbagai kitab. Kegiatan ini hamper diselenggarakan seetiap hari
(kecuali hari Jumat) mulai pagi setelah salat subuh hingga larut malam. Dalam penyelenggaraan
halaqah kiai sering menugasi
santri-santri senior menjadi pengajar. Para santri senior mendapat gelar ustaz
dan dikenal sebagai asatid (guru). Dalam
tradisi pesantren para asatid dapat
dikelompokan dalam dua golongan, yaitu ustaz muda dan ustaz senior. Para ustaz
senior biasanya sudah menjadi anggota kelas musyawarah. Selanjutnya, beberapa
ustaz senior yang sudah memiliki banyak pengalaman mengajar kitab-kitab besar,
mereka akan memperoleh gelar kiai muda
Dalam kelas musyawarah, sistem pengajarannya
sangat berbeda dari sistem sorogan
dan bandongan. Para peserta didik
harus mempelajari sendiri kitab-kitab yang ditunjuk. Kiai memimpin kelas
musyawarah seperti dalam seminar yang lebih banyak berisi kegiatan Tanya jawab.
Kegiatan Tanya jawab ini biasanya diselenggarakan dalam bahasa Arab. Sebelum menghadapi
kiai, para santri biasanya menyelenggarakn diskusi kecil di antara mereka
sendiri. Mereka kemudian mnunjuk salah seorang juru bicara untuk menyampaikan
kesimpulan jawaban dari permasalahan yang disodorkan oleh kiai. Baru setelah
itu diikuti diskusi bebas. Kegiatan ini merupakan latihan bagi para santri
untuk menguji keterampilan dalam berargumentasi
Berbagai metode pengajaran seperti sorogan, bandongan, halaqah, dan
musyawarah merupakan bukti bahwa pembelajaran yang dilakukan dalam pesatren
sudah sistematis. Sistem pembelajaran tersebut dapat menghasilkan banyak ulama
besar berkualitas yang memiliki dedikasi tinggi menyebarkan agama Islam. Sebagai
pusat oendidikan Islam tingkat tinggi, pesatren juga mendidik guru-guru
madrasah, lembaga pengajian, dan para pengisi khotbah Jumat
Tag :
Sejarah
0 Komentar untuk "LEMBAGA PENDIDIKAN PADA MASA ISLAM"