BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pernakah
anda melihat seekor kucing yang mempermainkan seekor mencit atau tikus sebelum
membunuhnya? Kucing tersebut mungkin menendang,mengangkat,menggoyangkan,atau
membawa tubuh hewan pengerat tersebut.Apakah kucing tersebut menyiksa mangsanya
secara sadistis? Tidak,sebagian besar perilaku yang kita sebut “bermain”
merupakan kompromi antara perilaku menyerang dan menghindar.Sebagian besar
perilaku emosional yang intensif yang teramati pada hewan dapat dibagi dalam
dua kategori,yaitu perilaku menyerang dan perilaku menghindar,bukan hanya
karena kebetulan bahwa kita menyebut sistem saraf simpatetik dengan sistem
fight or flight (melawan atau melarikan diri). Perilaku tersebut dan emosi yang
berkaitan dengannya yaitu kemarahan dan ketakutan menarik perhatian begitu
banyak pakar neurosains dan juga psikolog klinis.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah konsep
dari perilaku menyerang yang dialami oleh hewan dan manusia?
1.3
TUJUAN
Untuk mengetahui apa itu konsep dari
perilaku menyerang dan menghindar pada hewan dan juga manusia.
BAB II
ISI
2.1
PERILAKU MENYERANG DAN
MENGHINDAR
Perilaku
Menyerang
Perilaku menyerang
dapat berupa serangan membabi buta penuh emosi atau serangan yang tenang dan
dingin. Sebagian besar perilaku menyerang di picu oleh rasa
nyeri,ancaman,dan peristiwa yang tidak menyenangkan lainnya tetapi perilaku
menyerang bergantung pada pelakunya dan juga situasinya.
Kekerasan
Dan Kaitannya Dengan Pewarisan Sifat serta Lingkungan
Mengapa sejumlah
individu lebih mudah menggunakan kekerasan daripada individu lain? Dalam
kaitannya dengan kekerasan, kembar
monozigot lebih mirip satu sama lain daripada kembar dizigot, dan anak angkat lebih
mirip dengan orangtua kandung mereka daripada orangtua asunya mereka. Hasil tersebut mengindikasikan adanya faktor genetik
untuk mengkaji lebih jauh tentang hubungan tersebut. Peneliti dalam suatu studi
menelaah kejahatan masa remaja dan kejahatan masa dewasa. Mereka menemukan fakta
bahwa baik kembar dizigot maupun monozigot menyerupai satu sama lain dalam hal
perilaku kejahatan dimasa kanak-kanak dan remaja. Akan tetapi, dalam hal
perilaku kejahatan dimasa dewasa kembar monozigot lebih mirip satu sama lain
daripada kembar dizigot. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada masa awal
kehidupan, lingkungan merupakan hal penting dalam kemiripan mereka, tetapi pada
masa berikutnya, faktor genetik menjadi lebih penting. Bagaimanakah caranya bahwa
faktor genetik dapat menjadi lebih penting setelah masa dewasa daripada masa
kanak-kanak? Peneliti mengemukakan ide bahwa individu
dewasa dapat lebih mengendalikan faktor lingkungan mereka. Gabungan antara
faktor lingkungan dan faktor genetik. Sebuah studi yang mempelajari anak-anak
mengungkapkan bahwa anak asuh yang memiliki probabilitas tertinggi untuk
perilaku agresif dan melakukan kejahatan, adalah anak asuh yang memiliki
orangtua asuh yang mengalami perpecahan dalam perkawinan, depresi, penyiksaan
dalam berbagai bentuk atau masalah hukum.
Hormon
Sebagian besar
perkelahian yang terjadi dalam kingdom animalia adalah perkelahian antara dua
jantan untuk memperebutkan pasangan betina atau
betina untuk mempertahankan anak-anaknya.
Apakah pria yang
memiliki kadar testoteron tertinggi juga memiliki kuantitas perilaku kasar yang
paling tinggi? Ya,dalam sebagian besar kasus walau perbedaanya kecil
memperlihatkan rangkaian hasil yang tipikal. Perhatikanlah bahwa
kadar testosteron tertinggi lebih umum ditemukan pada laki-laki yang di penjara
karena mmperkosa atau membunuh dibandingkan dengan pria yang dipenjara karena
kejahatan yang tidak melibatkan kekerasan. Testoteron tidak memperkuat perilaku
kejahatan, tetapi testoteron mengubah reaksi seseorang terhadap beragam
stimulus. Dalam sebuah studi, wanita muda yang diberikan suntikan
testoteron ketika mereka mengamati
foto-foto wajah yang sedang marah, memperlihatkan peningkatan tingkat jantung
diatas normal. Testoteron dapat memicu seseorang untuk memberikan perhatian
lebih dan memberikan yang lebih kuat terhadap situasi yang berkaitan dengan
kekerasan atau konflik.
Abnormalitas
Otak Dan Kekerasan
Beberapa area otak
berperan dalam perilaku menyerang dan stimulasi listrik terhadap otak dapat
memunculkan perilaku agresif. Kelainan eksplosif berjeda adalah sebuah kondisi yang
ditandai dengan adanya ledakan perilaku kasar yang muncul tidak teratur akibat
adanya provokasi atau tidak adanya provokasi yang terkadang dikaitkan
dengan epilepsi pada lobus temporal.
Epilepsi pada lobus
temporal bukanlah kasus yang jarang terjadi dan sebagian besar penderita
epilepsi pada lobus temporal tidak memperlihatkan adanya perilaku agresif. Oleh karena itu, abnormalitas otak
tersebut kontribusinya sangat rendah dalam tindakan agresif manusia secara
keseluruhan.
Sinapsis
Serotonin Dan Perilaku Agresif
Beberapa rangkaian bukti memperlihatkan adanya kaitan
antara perilaku agresif dan perlepasan serotonin yang rendah.Hampir semua bukti
yang ada mengandalkan korelasi bukan bukti dari sebuah eksperimen.
Hewan
bukan manusia
Banyak bukti yang
terlebih dahulu diperoleh dari studi yang mempelajari mencit. Luigi Valzeli
mengungkapkan bahwa isolasi terhadap mencit jantan selama 4 minggu akan
meningkatkan perilaku agresif serta menurunkan perputaran serotonin mencit
tersebut. Perputaran adalah jumlah neutransmiter yang dilepaskan dan disinteis
ulang oleh sebuah neuron prasinaptik. Perputaran serotonin dapat mencapai titik
yang rendah walaupun kandungan serotonin total diotak masih dalam nilai normal.
Peneliti menyimpulkan kadar serotonin otak melalui konsentrasi sebuah metabolit
serotonin yang ada didalam darah, cairan serebrospinal dan urine kadar tinggi
mengindikasikan banyak terjadi pelepasan serotonindan perputaran serotonin.
Manusia
Banyak terjadi yang mengungkapkan adanya kadar perputaran
serotonin yang rendah pada individu yang memiliki sejarah perilaku kekerasan, termasuk
individu yang ditahan atas kasus pembakaran dan kejahatan dengan kekerasan
serta individu yang melakukan percobaan bunuh diri dengan menggunakan
kekerasan. Perubahan kadar perputaran serotonin bervariasi antara 5-10 %
pertahun. Sebuah penelitian di Belgia memperlihatkan jumlah kasus bunuh diri
yang lebih tinggi pada musim semi, yaitu ketika kadar perputaran erotonin
berada dititik terendah pada musim gugur dan musim salju, yaitu ketika
perputaran serotonin berada dititk tertinggi. Ketika peneliti menggunakan obat
atau pola makan tertentu untuk menurunkan kadar serotonin, maka sebagian individu
mengalami depresi, sebagian menjadi lebih agresif atau implusif, dan
individu-individu yang memiliki sejarah penyalahgunaan obat melaporkan
munculnya keinginan kuat mengonsumsi obat-obatan tertentu. Singkatnya, peran serotonin
sangatlah rumit dan sebaiknya anda tidak menganggapnya sebagai neutransmitter
“anti-agresivitas”.
2.2
MENGHINDAR,KETAKUTAN,DAN
KECEMASAN
Terdapat
2 bentuk emosi yang saling berkaitan erat, yaitu kekuatan dan
kecemasan. Ketakutan diasosiasikan dengan kecenderungan untuk menghindar
dari bahaya dalam waktu singkat. Kecemasan adalah perasaan tentang sesuatu yang
berbahaya akan terjadi, tetapi bentuk ancaman, lokasi kejadian, dan waktu
kejadiannya tidak dapat diketahui dengan pasti.
Ketakutan, Kecemasan, Dan Amigdala
Bayi
yang baru lahir juga takut pada suara bising. Respons terhadap suara
bising yang mengejutan, dikenal
dengan nama “refleks kejut” yang berlangsung
sangat cepat. Pertama, informasi audiotori
masuk ke nukleus kuklear yang terletak di medula otak. Selanjutmya, informasi tersebut akan
langsung menuju ke area pada pons otak yang mengendalikan penengangan otot, terutama otot leher. Penegangan otot leher
berperan sangat penting, karena
otot leher sangat rentan terhadap luka.
Walaupun Anda tidak belajar untuk takut terhadap suara bising, tetapi reaksi
anda terhadap suara bising dapat berubah karena suasana hati Anda saat ini atau
pengalaman Anda sebelumnya.
Studi Terhadap Tikus
Psikolog mengukur
seberapa besar peningkatan refleks kejut sebagai tolak ukur ketakutan atau
kecemasan. Pada penelitian terhadap hewan bukan manusia, umumnya
peneliti memulainya dengan mengukur respons normal terhadap suara bising. Kemudian
peneliti akan berulang-ulang menggunakan stimulus yang berpasangan, misalnya
cahaya dengan kejutan. Akhirnya, peneliti akan memperlihatkan cahaya tepat
sebelum memperdengarkan beberapa peningkatan suara bising. Mereka akan
menentukan beberapa peningktan refleks kejut akibat adanya cahaya. Hasil studi
seperti yang telah digambarkan di atas memperlihatkan sebuah konsistensi bahwa
setelah hewan mempelajari untuk mengasosiasikan sebuah stimulus dengan kejutan,
stimulus tersebut menjadi sinyal bahaya bagi hewan tersebut. Pemberian stimulus
tepat suara bising meningkatkan respons hewan tersebut terhadap suara bising. Sebaliknya,
sebuah stimulus yang sebelumnya telah diasosiasikan dengan stimulus lain yang
menyenangkan, akan menjadi sinyal aman bagi hewan tersebut dan menurunkan
refleks kejut. Banyak sel pada amigdala, khsusnya sel-sel pada nuleus
basolateral dan tengah, yang memperoleh input dari serat nyeri, penglihatan, atau
pendengaran. Oleh karena itu, rangkaian tersebut sangat cocok untuk menetapan
suatu kekuatan yang telah terkondisi. Output dari amigdala yang menuju
hipotalamus mengendalikann respoons ketakutan autonom, contohnya peningkatan
tekanan darah. Amigdala juga memiliki akson yang tumbuh ke area korteks
profontal yang mengendalikan respons pendekatan atau penghindaran terhadap sebuah
stimulus. Terdapat sejumlah akson lagi yang memanjang ke arah beragam area otak
bagian tengah, yang meneruskan informasi ke nukleus pada pons yang
mengendalikan refeleks terkejut. Melalui penerusan informasi tersebut amigdala
dapat meningkatkan refleks kejut. Tikus yang mengalami kerusakan pada amigdala
masih memperlihatkan adanya refleks kejut yang normal, tetapi adanya sinyal
bahaya tidak meningkatkan refleks kejut.
Studi
Terhadap Monyet
Pengaruh kerusakan
amigdala pada monyet telah digambarkan dalam sebuah studi klasik disekitar
tahun 1900-an dan dikenal dengan nama sindrom kluver-bucy,yang diambil dari
nama-nama peneliti utama studi tersebut. Monyet penderita
sindrom tersebut jinak dan tenang. Mereka memperlihatkan rasa takut dibawah
normal terhadap ular atau monyet lain yang lebih dominan dan berukuran lebih besar.
Kerusakan amigdala yang berkaitan dengan penurunan ketakutan akan mengubah
perilaku bagi monyet. Artinya, monyet berbalur akan menghampiri monyet lain, padahal
ia seharusnya tidak melakukan hal
tersebut.
Aktivasi
Agmidala Manusia
Pengamatan terhadap
ekspresi emosi mengaktivasi amigdala, tetapi respons amigadala tidak hanya
terbatas pada ketakutan. Justru, amigdala ternyata memberikan respons, terhadap
ekspresi yang membutuhkan proses emosi atau ekspresi yang membutuhkan respons
emosi. Biasanya seseorang mengalami emosi yang kuat ketik mereka melihat orang
lain mengekspresikan emosinya, terutama untuk kemarahan dan ketakutan. Amigdala
juga memberikan respons yang kuat. Emosi yang kita alami bergantung dari arah
tatapan orang yang sedang mengekspresikan emosinya tersebut. Wajah marah yang
terarah kepada anda, membuat anda merasa kebingungan. Wajah ketakutan yang
mengarah ke samping jauh lebih menganggu. Oleh karena itu, umumnya anda dapat
lebih cepat mengenali wajah marah yang jika mengarah ke arah anda dan wajah
ketakutan yang jika mengarah ke samping. Sebuah studi mengungkapkan bahwa
terjadi peningkatan respons amigdala yang lebih tinggi terhadap wajah marah
yang mengarah ke pengamat dan studi lain mengungkapkan respons yang lebih besar
terhadap wajah marah yang mengarah ke samping. Sebuah studi yang membandingkan
ke arah tatapan ekspresi takut, mengungkapkan peningkatan respons amigdala yang
lebih besar terhadap wajah yang mengarah ke pengamat. Artinya, wajah takut yang
mengarah ke pengamat menimbulkan lebih sedikit pembangkitkan emosi tetapi
amigdala testimulasi lebih kuat.
Kerusakan
Pada Amigdala Manusia
Urbach Wiethe. Penderita akan menderita balur-balur pada kulitnya ;
sebagian besar penderita penyakit ini mengakumulasi kalsium pada amigdala
hingga amigdala rusak. Sebagian individu lain menimbulkan kerusakan pada
amigdala karena serangan stroke atau pembedahan otak. Individu
yang menderita kerusakan amigdala tidak kehilangan tidak kehilangan emosi
mereka, mereka
melaporkan bahwa mereka
masih dapat merasakan takut, marah. bahagia, dan emosi lainnya
sebagai akibat pengalaman hidup, kurang
lebih secara normal. Akan
tetapi, mereka
menderita gangguan dalam proses pengolahan informasi emosi ketika sinyal emosi
tersebut samar atau rumit.
Penderita kerusakan amigdala juga sering kali tidak dapat
mengenali ekspresi emosi individu pada foto terutama apabila individu tersebut
mengenekpresikan ketakutan atau rasa muak. Mereka juga kesulitan untuk
mengenali kemarahan,keterkejutan,kesombongan,rasa bersalah,kekaguman,dan
ekspresi yang menggoda.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Perilaku
menyerang dapat berupa serangan membabi buta penuh emosi atau serangan yang
tenang dan dingin. Sebagian besar perilaku menyerang di picu oleh rasa
nyeri,ancaman,dan peristiwa yang tidak menyenangkan lainnya tetapi perilaku
menyerang bergantung pada pelakunya dan juga situasinya. Perilaku menyerang ada
kaitannya dengan pewarisan sifat serta lingkungan dan hormon. Pada
masa awal kehidupan, lingkungan merupakan hal penting, tapi pada masa
berikutnya genetik menjadi lebih penting. Hormon
testosteron membuat laki-laki sering berkelahi daripada perempuan. Testoteron
tidak memperkuat perilaku kejahatan, tetapi testoteron mengubah reaksi
seseorang terhadap beragam stimulus. Terdapat kaitan
antara perilaku agresif dengan pelepasan serotonin yang rendah. Terdapat 2 bentuk emosi
yang saling berkaitan erat, yaitu
kekuatan dan kecemasan. Ketakutan diasosiasikan dengan kecenderungan untuk
menghindar dari bahaya dalam waktu singkat. Kecemasan adalah perasaan tentang
sesuatu yang berbahaya akan terjadi, tetapi bentuk ancaman, lokasi kejadian, dan
waktu kejadiannya tidak dapat diketahui dengan pasti.
Pengamatan terhadap ekspresi emosi mengaktivasi amigdala, tetapi respons
amigadala tidak hanya terbatas pada ketakutan. Justru, amigdala
ternyata memberikan respons, terhadap ekspresi yang membutuhkan proses emosi
atau ekspresi yang membutuhkan respons emosi. Urbach Wiethe adalah
kelainan genetik yang membuat si
penderita akan menderita balur-balur pada kulitnya ; sebagian besar
penderita penyakit ini mengakumulasi kalsium pada amigdala hingga amigdala
rusak
DAFTAR PUSTAKA
Kalat J.W.. BIOPSIKOLOGI, buku 2, Jakarta : Salemba Humanika, 2010
Arifin,
Olivia. 2013. Perilaku Menyerang dan Menghindar. diambil dari https://prezi.com/0uxlopj3ycml/perilaku-menyerang-dan-menghindar/
Khilal,
Aulia Harridhi. 2015. Sistem 3F (Freeze, Flight, and Fight). diambil dari https://www.kompasiana.com/ilal/556b6d992ab0bdef3ce40ef3/sistem-3f-freeze-flight-and-fight
Tag :
Psikologi
0 Komentar untuk "Makalah Psikologi Faal II : PERILAKU MENYERANG DAN MENGHINDAR"